Tawuran dalam Perspektif Dunia Remaja dan Antisipasinya


 

🖊️ Oleh: Sujaya, S.Pd., Gr. (Pemerhati Pendidikan Karakter)

✍️ Editor: Kenzo – Redaksi Aswinnews.com, Tajam, Akurat, Terpercaya, Berimbang, dan Ter-update


Aswinnews.com. – 26/9/2025


Fenomena tawuran pelajar menjadi salah satu persoalan sosial yang kompleks di Indonesia. Tawuran tidak sekadar perilaku kekerasan fisik, melainkan juga cerminan krisis identitas, lemahnya kontrol diri, serta kurangnya internalisasi nilai moral di kalangan remaja.


Menurut teori perkembangan Erik Erikson (1968), remaja berada pada tahap pencarian identitas (identity vs role confusion). Pada fase ini, mereka rentan melakukan perilaku menyimpang, termasuk tawuran, sebagai bentuk pencarian pengakuan kelompok dan eksistensi diri.


Tawuran dalam Perspektif Dunia Remaja

Dalam dunia remaja, tawuran sering dipersepsikan bukan sekadar tindak kekerasan, melainkan semacam “ritual solidaritas” dan “uji keberanian.”


Albert Bandura (1977) melalui teori social learning menjelaskan bahwa perilaku agresif dapat dipelajari lewat pengamatan dan peniruan. Remaja yang melihat senior atau kelompok tertentu melakukan kekerasan akan terdorong meniru karena dianggap memberi status atau penghargaan sosial.


Albert Cohen (1955) melalui teori subkultur menegaskan bahwa perilaku menyimpang muncul dari kebutuhan membangun identitas kelompok tersendiri. Dalam konteks tawuran, norma internal seperti loyalitas, keberanian, dan perlawanan sering bertentangan dengan norma masyarakat luas.


Faktor Pendorong Terjadinya Tawuran

Beberapa faktor utama yang mendorong remaja terjerumus dalam tawuran, antara lain:


Krisis Identitas – sesuai Erikson, remaja sedang mencari jati diri sehingga rentan pada pengaruh kelompok sebaya.

Kontrol Sosial Lemah – Travis Hirschi (1969) menekankan bahwa lemahnya ikatan dengan keluarga, sekolah, dan masyarakat membuat remaja lebih mudah melanggar norma.

Pengaruh Media dan Lingkungan – Bandura menunjukkan paparan kekerasan dalam media dapat mendorong perilaku imitasi.

Solidaritas Kelompok – Cohen menekankan peran geng dan subkultur pelajar dalam membangun identitas melalui kekerasan.

Dampak Tawuran

Tawuran membawa dampak destruktif baik bagi individu maupun masyarakat.


Bagi individu: risiko cedera, kriminalisasi, hingga trauma psikologis.


Bagi masyarakat: menimbulkan rasa tidak aman dan merusak citra institusi pendidikan.


Menurut Soerjono Soekanto (2003), konflik sosial yang dibiarkan dapat berkembang menjadi disintegrasi sosial yang lebih luas.


Antisipasi Tawuran

Upaya pencegahan tawuran memerlukan pendekatan holistik, di antaranya:


Pendidikan Karakter di Sekolah – internalisasi nilai moral, etika, serta kecakapan sosial (life skills) agar remaja mampu mengelola emosi dan berempati.

Keterlibatan Keluarga – Hirschi menekankan pentingnya ikatan emosional keluarga sebagai benteng utama.

Penyediaan Ruang Ekspresi Positif – kegiatan olahraga, seni, dan organisasi siswa menjadi saluran energi remaja yang konstruktif.

Pendekatan Restorative Justice – mengedepankan pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat sehingga remaja belajar bertanggung jawab tanpa stigma kriminal.

Sinergi Pemerintah, Sekolah, dan Masyarakat – pencegahan tawuran memerlukan kolaborasi antarinstansi, penyuluhan rutin, serta pengawasan lingkungan sekolah.

Tawuran dalam perspektif dunia remaja bukan hanya gejala kriminalitas, melainkan juga refleksi dinamika pencarian identitas dan kebutuhan pengakuan sosial. Teori Erikson, Bandura, Cohen, dan Hirschi memberi gambaran bahwa perilaku ini berakar pada faktor psikologis, sosial, dan kultural.


Antisipasinya menuntut keterlibatan keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara dalam menciptakan ekosistem sehat bagi perkembangan remaja. Dengan pendekatan menyeluruh, tawuran dapat ditekan, dan remaja diarahkan menjadi generasi produktif serta berkarakter.


Catatan Redaksi

Tulisan ini mengingatkan bahwa tawuran bukan sekadar kasus hukum, melainkan fenomena pendidikan dan sosial yang membutuhkan solusi kolektif. Redaksi Aswinnews menekankan pentingnya peran orang tua, sekolah, dan pemerintah untuk hadir lebih dekat dengan remaja. Generasi muda membutuhkan ruang aman untuk berekspresi, bukan jalan pintas melalui kekerasan.


Sumber:

https://aswinnews.com/2025/09/26/tawuran-dalam-perspektif-dunia-remaja-dan-antisipasinya/