Memacu Guru Menjadi Guru Riset dan Guru Pembelajar Inovatif
Oleh : Sujaya, S. Pd. Gr.
Guru SMPN 3 Sindang
Guru memiliki peran yang sangat strategis bagi kemajuan pendidikan suatu bangsa. Apalagi di era kurikulum merdeka guru lebih dituntut dalam mengemban tugas profesionalnya.
Kompetensi profesional guru adalah kemampuan seorang guru dalam mengelola proses belajar mengajar sehingga tercipta proses pembelajaran yang berkualitas, efektif, dan efisien. Kemampuan mengelola pembelajaran oleh seorang guru didukung oleh pengelolaan kelas, penguasaan materi belajar, strategi mengajar, dan penggunaan media belajar.
Kompetensi yang disebutkan dalam UU No. 14 Tahun 2005 ini merupakan standar kompetensi yang wajib dimiliki guru agar menunjang para guru dapat mengajar dengan baik dan benar.
Kompetensi profesional ini adalah kemampuan atau keterampilan yang harus dimiliki guru agar tugas-tugas keguruan dapat diselesaikan dengan baik dan benar.
Keterampilan ini berkaitan dengan hal-hal yang teknis dan berkaitan
langsung dengan kinerja guru. Indikator kompetensi profesional guru
adalah: Menguasai materi pelajaran yang diampu, meliputi struktur
pelajaran, konsep pelajaran dan pola pikir keilmuan materi tersebut.
Menguasai Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), dan tujuan pembelajaran dari pelajaran yang diampu.
Mampu mengembangkan materi pelajaran dengan kreatif sehingga bisa
memberi pengetahuan dengan lebih luas dan mendalam. Mampu bertindak
reflektif dami mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan. Mampu
memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam proses
pembelajaran serta pengembangan diri.
Menjadi guru riset (peneliti) adalah sebuah strategi dalam pengembangan kompetensi profesi guru sebagai pelaku perubahan sebagai mana yang diamanatkan dalam kurikulum merdeka. Hal tersebut tentu saja menuntut guru untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat yang harus melakukan pembelajaran yang kreatif dan inovatif.
Menjadi guru yang gemar melakukan riset atau penelitian merupakan aktualisasi nyata sebagai pelaku perubahan dan guru dituntut untuk selalu melaksanakan pembelajaran yang kreatif dan inovatif dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
Menjadi Guru Riset
Menurut Agustin Sukses Dakhi dalam buku Pengantar Sosiologi (2021),
sebagai sosiolog, ahli riset berperan dalam pengumpulan, pengolahan,
serta penggunaan data.
Sedangkan sebagai guru, sosiolog berperan untuk mengajarkan ilmu sosiologi kepada peserta didik, secara netral dan obyektif.
Riset Menurut Arikunto
Arikunto (2010) mendefinisikan riset sebagai suatu usaha untuk menggali
informasi atau data yang akurat dan valid melalui pengumpulan data,
analisis data, serta interpretasi hasil penelitian. Riset dilakukan
dengan menggunakan metode-metode ilmiah dan memiliki tujuan untuk
menjawab pertanyaan penelitian.
Dengan demikian Guru riset artinya Guru yang bukan saja Guru yang mampu melaksanakan pembelajaran untuk mengajarkan ilmu kepada peserta didik secara netral dan objektif tetapi juga mampu untuk melakukan penggalian informasi atau data yang akurat dan valid melalui metode-metode ilmiah dalam sebuah penelitian.
Tuntutan terhadap proses pembelajaran yang berkualitas semakin tinggi seiring
dengan perkembangan dan perubahan zaman. Proses pembelajaran pada setiap satuan
pendidikan harus inspiratif dan inovatif. Kuncinya adalah bagaimana proses pembelajaran lebih bersifat
kontekstual dan saintifik sehingga membentuk karakter peserta didik yang berjiwa saintis
(ilmuwan).
Sayangnya guru yang siap untuk itu adalah guru yang inspiratif yang menurut
Rhenald Kasali (2007) jumlahnya kurang dari 1%. Setelah setengah abad melakukan advokasi, Paul A. Kirschner, John Sweller, dan
Richard E. Clark (2006) menemukan banyak kelemahan pembelajaran konstruktif yang
student centered sehingga pembelajaran tidak efektif.
Kata Riset berasal dari kata research, riset adalah kata serapan dari bahasa Inggris yang berarti penelitian. Dalam hal ini, pelaksanaan riset dilakukan secara metode dengan menggunakan kaidah ilmiah untuk mendapatkan temuan atau penyelesaian dari suatu masalah.
Adapun kegiatan riset meliputi beberapa hal yaitu pengumpulan, pengolahan, pengkajian, dan penyajian data secara sistematis.
Untuk melakukannya, seorang peneliti harus bersikap objektif dan
menggunakan bukti empiris dalam mengemukakan analisis suatu data.
Oleh karena itu, pengerjaan riset membutuhkan metode ilmiah agar mendapatkan hasil yang berkualitas.
Mengutip laman The Fact Factor, menurut pakar sosiologi asal Amerika,
Earl Robert Babbie, riset adalah penyelidikan atau percobaan sistematis
untuk mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksi, dan mengendalikan
fenomena tertentu.
Terdapat dua metode dalam kegiatannya, yaitu metode induktif dan deduktif.
Penelitian atau riset adalah suatu kegiatan yang fokus pada penemuan bersifat rasional. Maka dari itu, pelaksanaannya harus memenuhi kriteria ilmiah. Sebuah riset memiliki rangkaian prosedur tertentu agar analisa atau hasil kajiannya terverifikasi secara saintifik.
Tidak semua aktivitas analisis bisa disebut riset. Pasalnya, pelaksanaan penelitian ilmiah harus dilakukan sesuai dengan kaidah dan prosedur yang spesifik.
Maksud dilakukannya riset adalah:
Mengidentifikasi hal baru
Memecahkan masalah yang ada
Menafsirkan sesuatu
Meningkatkan ilmu
Di samping bidang akademik, riset umumnya juga dilakukan untuk kegiatan pendidikan.
Guru Pembelajar Inovatif
Guru adalah profesi mulia yang diharapkan mampu menuntun peserta didik mencapai potensi terbaiknya sehingga bisa benar-benar mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanah Undang-Undang.
Oleh karena itu, guru harus siap berubah dari cara belajar zaman old ke zaman now, dimana guru harus cepat beradaptasi dengan perubahan media belajar peserta didik sehingga mampu menyesuaikan cara belajar diera serba klik ini. Jangan sampai Artificial Intellegence (AI) menggantikan peran kita sebagai guru, maksudnya bukan secara fisik namun secara pengetahuan dan wawasan.
Ketika peserta didik mencarinya di mbah google, jawaban itu langsung
muncul dan kemudian peserta didik hanya menyalin apa yang didapatkannya
tersebut tanpa harus terlebih dahulu berproses untuk mengeksplorasinya.
Maka guru harus memiliki cara yang ampuh agar peserta didik berproses
untuk mendapatkan jawaban tersebut, seperti adanya aktifitas mencari,
mengeksplorasi atau proses kreatif.
Guru yang profesional tentunya harus memenuhi prinsip-prinsip atau ciri-ciri dari pekerjaan seorang profesional. Dalam UUGD, yang dimaksud dengan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang memiliki prinsip-prinsip profesionalitas sebagai berikut 1) menjadi sumber penghasilan kehidupan, 2) memerlukan keahlian, 3) memerlukan kemahiran, 4)memerlukan kecakapan, 5) memenuhi standar mutu atau norma tertentu, dan 6) memerlukan pendidikan profesi.
Guru yang menjadi pembelajar sepanjang hayat tidak hanya mengajar dengan pengetahuan yang dimilikinya, tetapi juga berbagi pengalaman belajar pribadi. Hal ini menciptakan hubungan yang lebih mendalam antara guru dan siswa, di mana guru tidak hanya sebagai sumber informasi, tetapi juga sebagai mentor yang patut digugu dan ditiru.
Maka harus ada kemauan guru untuk terus belajar dan kemudian mengimplementasikan hasil belajar tersebut dalam proses belajar yang peserta didik lalui, jangan juga setelah belajar tentang “sesuatu” guru akan kembali mendendangkan syair “aku masih seperti yang dulu”.
Sehingga pada penerapan kurikulum merdeka, pola pelatihan guru telah berubah dari guru hanya mendapatkan menjadi belajar secara mandiri baik melalui Platform Merdeka Mengajar atau melalui komunitas belajar yang guru ikuti.
Dari hal itu dapat kita simpulkan bahwa guru harus menjadi pembelajar sepanjang hayat agar mampu mengakses berbagai pengetahuan baru dalam rangkan beradaptasi dengan media dan gaya belajar di era zaman now ini.
Lalu bagaimana cara guru menjadi pembelajar sepanjang hayat untuk merancang pembelajaran menyenangkan di kelas.
Guru sebagai Pembelajar Sepanjang Hayat
Guru, sebagai pilar utama dalam dunia pendidikan, memegang peran yang
krusial dalam membentuk generasi penerus. Agar dapat menjadi agen
perubahan yang efektif, guru harus memahami dan menerapkan konsep
pembelajaran sepanjang hayat sebagaimana dikehendaki oleh Undang undang
Guru dan Dosen. Artinya, peran guru tidak hanya terbatas pada memberikan
pengetahuan kepada siswa, melainkan juga melibatkan komitmen untuk
terus belajar dan mengembangkan diri.
Semangat pembelajaran sepanjang hayat pada seorang guru bukan hanya menjadi kewajiban, tetapi juga merupakan teladan bagi siswanya. Dengan menunjukkan bahwa proses pembelajaran tidak berhenti setelah meninggalkan bangku sekolah, guru menciptakan lingkungan yang mendorong siswa untuk mengadopsi sikap pembelajaran berkelanjutan. Inilah kunci untuk membangun generasi yang selalu berkeinginan untuk meningkatkan diri dan terus tumbuh.
Guru yang menjadi pembelajar sepanjang hayat tidak hanya mengajar dengan pengetahuan yang dimilikinya, tetapi juga berbagi pengalaman belajar pribadi. Hal ini menciptakan hubungan yang lebih mendalam antara guru dan siswa, di mana guru tidak hanya sebagai sumber informasi, tetapi juga sebagai mentor yang patut digugu dan ditiru. Dengan demikian, konsep pembelajaran sepanjang hayat tidak hanya menjadi teori, tetapi juga menjadi kenyataan yang dapat dirasakan oleh siswa.
Melalui pendekatan ini, guru membentuk lingkungan belajar yang dinamis dan memicu motivasi intrinsik siswa. Dengan terus mendorong semangat pembelajaran, guru menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki kemampuan adaptasi dan kreativitas yang kuat di dunia yang terus berubah. Dengan demikian, pembelajaran sepanjang hayat bukan hanya konsep, tetapi juga filosofi yang menjadi pondasi dari transformasi pendidikan.
Guru harus menjadi pembaca yang rakus, sehingga dengan membaca guru dapat menemukan ide segar baik tentang cara mengajar atau merancang pembelajaran di kelas sehingga siswa antusias untuk mengikutinya.
Dalam buku berjudul “Gurunya Manusia” karya Munif Chatib, dimana pada salah satu alenia bacaan tersebut terdapat bacaan tentang “memanusiakan manusia”. Hal itu merujuk pada cara guru dalam memposisikan dirinya dalam belajar, dimana bukan menjadi segala sumber pengetahuan sehingga siswa menjadi “kertas kosong” tetapi “menebalkan goresan” yang sudah ada pada kertas tersebut.
Mengikuti pelatihan adalah salah satu cara yang dapat digunakan guru untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat. Pelatihan itu tidak hanya sebatas dalam cara mengajar di kelas namun juga bisa soal pembuatan Penelitian Tindakan Kelas, implementasi kurikulum atau pembuatan media ajar interaktif.
Untuk mewujudkan pembelajar sepanjang hayat kita butuh berbagai aspek, terutama aspek pendidik dan lingkungan sekolah. Demikian kata Direktur Sekolah Dasar Muhammad Hasbi dalam Gelar Wicara Peringatan Hari Buku Nasional 2024 di Jakarta.
Hasbi menuturkan pemerintah saat ini memiliki target mencetak pembelajar sepanjang hayat dan memiliki karakter berlandaskan nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila melalui kebijakan Merdeka Belajar.
Di sisi lain, cita-cita itu turut membutuhkan peran pendidik seperti guru dan kepala sekolah yang memiliki semangat dan kompetensi untuk selalu melakukan refleksi. Selain itu, guru dan kepala sekolah juga harus gemar menjadi pembelajar sepanjang hayat dan gemar berkolaborasi sehingga di dalam sekolah tercipta lingkungan pembelajar sepanjang hayat. Tak hanya itu, Hasbi menuturkan sekolah yang aman, inklusif, dan menghargai kebhinekaan pada akhirnya akan mampu menciptakan pembelajaran di sekolah berpusat pada murid.
“Ini diharapkan dapat menjadi cara untuk menciptakan sekolah yang dicita-citakan,” ujarnya.
Ia menegaskan guru dan kepala sekolah harus mampu mewujudkan langkah tersebut karena pandemi COVID-19 telah mengakibatkan terjadinya kehilangan kesempatan belajar bagi siswa sehingga menyebabkan learning loss bahkan learning gap.
Beberapa pakar pun menyebutkan apabila learning loss dan learning gap tidak teratasi secara tuntas maka sangat berpotensi menyebabkan learning gap generation pada masa depan.
Sumber:
https://menaramadinah.com/85639/memacu-guru-menjadi-guru-riset-dan-guru-pembelajar-inovatif.html
