Kembalikan Marwah Guru, Jangan Korbankan Pendidikan


 

Refleksi dari Kasus Pemberhentian Kepsek SMPN 1 Prabumulih


Oleh: Sujaya, S.Pd.Gr.

(Dewan Penasihat DPP ASWIN)

Editor: Abahroy – Redaksi Aswinnews.com


Kasus pencopotan Kepala Sekolah SMPN 1 Prabumulih oleh Walikota karena menegur siswa yang membawa mobil ke sekolah—yang ternyata anaknya—telah mengguncang dunia pendidikan. Peristiwa ini viral, bahkan sampai menjadi perhatian publik nasional.


Pertanyaan sederhana: salahkah seorang guru menegur siswanya demi keselamatan? Tentu tidak. Tetapi, alih-alih dihargai, teguran itu justru dibalas dengan sanksi jabatan. Sebuah ironi yang mencederai akal sehat dan marwah pendidikan.


Teguran Adalah Cinta Guru


Guru bukanlah musuh anak didik. Menegur bukan tanda benci, melainkan wujud kasih sayang. Apalagi siswa SMP belum cukup umur untuk mengendarai mobil. Risiko kecelakaan, pelanggaran aturan lalu lintas, hingga gangguan ketertiban sekolah adalah alasan kuat mengapa teguran itu wajar bahkan wajib.


Jika guru kehilangan ruang untuk mendidik, menegur, dan menanamkan disiplin, maka bangsa ini sedang menggali kubur peradabannya sendiri. Pendidikan tidak cukup dengan ilmu pengetahuan, ia butuh pembentukan karakter.


Ketika Kekuasaan Membungkam Pendidikan


Keputusan emosional Walikota mencopot jabatan Kepala Sekolah adalah bentuk arogansi kekuasaan. Seorang pemimpin seharusnya berterima kasih kepada guru yang menjaga anaknya, bukan justru menghukumnya.


Blunder semacam ini bukan hanya melukai dunia pendidikan, tapi juga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan politik. Publik tidak buta. Mereka menilai dari tindakan, bukan slogan.


Solidaritas Guru Harus Bergema


Kasus ini menjadi ujian solidaritas profesi guru di seluruh Indonesia. PGRI dan organisasi guru lain tidak boleh diam. Suara kolektif harus tegas: kembalikan marwah guru, tegakkan keadilan, jangan biarkan pendidik dikorbankan demi gengsi kekuasaan.


Lebih jauh, pemerintah pusat harus memastikan perlindungan hukum bagi guru. Jangan sampai teguran mendidik berubah menjadi vonis politik yang memberatkan. Guru harus merasa aman dalam menjalankan tugasnya.


Pelajaran untuk Kita Semua


Ada setidaknya empat refleksi penting dari kasus ini:


Keadilan – Jabatan Kepala Sekolah harus dipulihkan untuk menjaga wibawa profesi guru.

Etika Kepemimpinan – Pejabat publik harus rendah hati, adil, dan berpihak pada kebenaran.

Perlindungan Hukum – Regulasi perlindungan profesi guru perlu ditegakkan tanpa kompromi.

Kesadaran Kolektif – Semua pihak, termasuk pejabat dan orang tua, harus memahami: disiplin guru adalah tanda kasih sayang, bukan penghinaan.

Penutup


Marwah guru adalah marwah bangsa. Bila guru diperlakukan tidak adil, itu artinya masa depan pendidikan kita sedang dipertaruhkan. Jangan biarkan arogansi kekuasaan menindas kebenaran.


Menghormati guru berarti menjaga masa depan bangsa. Dan ketika pendidikan bermartabat, Indonesia akan benar-benar berdaulat.


Indramayu, 17 September 2025


Sumber:

https://aswinnews.com/2025/09/17/kembalikan-marwah-guru-jangan-korbankan-pendidikan/