Menimbang Pernyataan Memilukan Menteri Agama Nasaruddin Umar tentang Profesi Guru


 

Oleh : H. Sujaya, S. Pd. Gr.

(Penasehat DPP ASWIN)


Pendahuluan :

Kronologi dan Inti Pernyataan Viral dan Blunder


Dalam sebuah video yang beredar luas pada 3 September 2025, Menteri Agama dikutip mengatakan:


“Kalau mau cari uang, jangan jadi guru, jadi pedaganglah… guru itu tujuannya mulia… bukan cari uang.”


Penekanan beliau: menjadi guru bukan untuk mengejar materi, melainkan sebagai panggilan jiwa—mencerdaskan generasi sebagai amal jariyah. Walau niatnya mungkin positif, banyak pihak menilai bahwa pernyataan tersebut menyiratkan bahwa profesi guru tidak seharusnya ditujukan untuk memperoleh penghidupan yang layak — hingga menimbulkan reaksi pro dan kontra, bahkan banyak mendapatkan kecaman dari berbagai pihak.


Permintaan Maaf dan Klarifikasi Resmi

Menanggapi kontroversi tersebut, Menteri Agama kemudian mengeluarkan pernyataan klarifikasi dan permohonan maaf:


“Saya menyadari bahwa potongan pernyataan saya tentang guru menimbulkan tafsir yang kurang tepat dan melukai perasaan sebagian guru. Untuk itu, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya. Tidak ada niat sedikit pun bagi saya untuk merendahkan profesi guru. Justru sebaliknya, saya ingin menegaskan bahwa guru adalah profesi yang sangat mulia…”


Menag juga menegaskan komitmen pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan guru:


227.147 guru non-PNS memperoleh kenaikan tunjangan profesi sebesar Rp 500 ribu (dari sebelumnya Rp 1,5 juta per bulan)


Lebih dari 102.000 guru sedang mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam jabatan; total sepanjang 2025 mencapai 206.411 guru, naik drastis dari 29.933 orang pada 2024


52.000 guru honorer telah diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK)


Analisis: Kenapa Pernyataan Ini “Memalukan dan Memilukan”?

Mengabaikan Realitas Ekonomi Guru

Bagi banyak guru—terutama honorer atau yang belum diangkat menjadi PNS/PPPK—mencari rezeki melalui profesi adalah hak, bukan sesuatu yang “kurang mulia”. Meskipun pedagogis, pesan “jangan jadi guru jika cari uang” terkesan mengabaikan kebutuhan dasar penghidupan mereka.


Menyentuh Rasa Martabat Guru

Guru telah lama dipandang sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Pernyataan semacam ini, meski tak berniat merendahkan, secara emosional bisa terasa mengurangi apresiasi terhadap profesi mereka, bahkan menyiratkan bahwa menerima honor atau gaji adalah hal yang tabu.


Respons Publik dan Emosional

Tak sedikit guru dan masyarakat merespons dengan rasa kecewa dan terluka. Banyak yang merasa jatuh hati di jalan pengabdian, namun kini pernyataan publik seperti itu justru membuat mereka merasa tidak dihargai.


Perlunya Sensitivitas dalam Berbicara

Sebagai pejabat negara, apalagi Menag, setiap pernyataan harus dilandasi kehati-hatian dan empati—terutama ketika berbicara tentang kelompok profesi yang sering terpinggirkan.


Tanggapan dari organisasi guru terhadap pernyataan Menteri Agama dan konteksnya


Tanggapan Resmi dari PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia)

Sejauh ini, tidak ditemukan pernyataan resmi PGRI mengenai pernyataan “kalau mau cari uang, jangan jadi guru” dari Menag Nasaruddin Umar.


Namun, PGRI sebelumnya pernah mengkritik tajam pernyataan pejabat lain yang menyebut guru sebagai “beban negara”. Dalam kasus tersebut: PGRI menyatakan bahwa guru bukanlah beban negara, melainkan pengabdi dan pencetak generasi bangsa, dan menyesalkan pernyataan yang menyakitkan ini.


Meskipun bukan mengenai Menag secara langsung, posisi PGRI ini menunjukkan sensitivitas dan kepekaan organisasi terhadap pernyataan publik yang meremehkan martabat guru.


Respon dari Organisasi Guru Madrasah (PP PGM Indonesia)


Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Perkumpulan Guru Madrasah Indonesia (PP PGM Indonesia), Asep Rizal Asyari, menyampaikan apresiasi khusus terhadap komitmen yang ditunjukkan oleh Menag dalam memperjuangkan kesejahteraan dan pengakuan terhadap guru madrasah.


Menurut Asep Rizal, perhatian tersebut merupakan “angin segar bagi para pendidik madrasah yang bekerja dengan dedikasi tinggi meskipun masih dihadapkan pada tantangan kesejahteraan dan status kepegawaian rendah.”


Ia berharap pernyataan tersebut tidak sekadar retorika. Ia menegaskan bahwa diperlukan implementasi nyata berupa:


Penyesuaian tunjangan sesuai standar hidup yang layak dan beban kerja guru madrasah.


Kepastian status hukum dan kepegawaian melalui pengangkatan yang memadai (misalnya PPPK atau ASN).


Peningkatan sarana dan prasarana di madrasah serta alokasi anggaran yang setara dengan sekolah umum.


Asep Rizal juga menyerukan kerjasama lintas pemangku kepentingan, seperti pemerintah daerah dan DPR RI (Komisi VIII), untuk memastikan regulasi berpihak pada peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru madrasah.


PP PGM Indonesia Apresiatif terhadap komitmen kesejahteraan, namun mendesak realisasi Fokus pada implementasi tunjangan, status kerja, dan sarana pendukung


Organisasi ini memandang bahwa pernyataan Menag memiliki niat positif—mengakui peran guru madrasah dalam sistem pendidikan—tetapi belum cukup jika tidak diikuti dengan kebijakan nyata yang memenuhi kebutuhan para guru.


Tanggapan Umum — Pegiat dan Warganet

Dari ranah publik, termasuk media dan media sosial:


Terdapat kritik pedas netizen yang mempertanyakan:


“Kalau guru dilarang cari uang, lalu pemerintah kasih apa untuk hidup mereka?” dan “Kalau begitu pejabat juga jangan cari uang dong. Gajinya samain aja kayak guru honorer….”


Komentar seperti ini mencerminkan kekecewaan mendalam terhadap pandangan yang mengabaikan kebutuhan ekonomi guru.


Sebagian warganet juga menyoroti realitas berat kehidupan guru honorer, termasuk yang hanya mendapatkan gaji sangat minim serta harus berjalan jarak jauh untuk mengajar.


Pada Reddit, ada pengalaman menyayat hati seperti:

“Dana honorer berjalan kaki 6 km setiap hari, gaji hanya Rp 300 ribu”

dan


“Saya juga dulu guru honorer dengan gaji 300 rb… Jadi guru itu lebih capek daripada jadi tata usaha karena harus menghadapi makhluk hidup.”


Postingan ini menggambarkan rasa keberpihakan dan empati dari publik terhadap nasib guru—menegaskan bahwa orientasi materi tetap wajar dalam konteks kebutuhan hidup.


Kesimpulan

Pernyataan awal Menag memang dianggap memalukan dan memilukan karena menyentil dimensi vital profesi guru yang bekerja bukan hanya untuk “cinta, tapi juga untuk bertahan hidup” dengan penuh dedikasi.


Permintaan maaf dan klarifikasi menunjukkan respons pemerintah terhadap kritik publik, sekaligus menegaskan penghargaan terhadap profesi guru. Namun, efek emosional sudah terjadi dan butuh waktu untuk pulih.


Indramayu. 4/9/2025

Editor Rahmat Kartolo Aswinnews-Tajam Berimbang danTer-Upadate

Redaksi Aswinnews.com


Sumber:

https://aswinnews.com/2025/09/04/menimbang-pernyataan-memilukan-menteri-agama-nasaruddin-umar-tentang-profesi-guru/